Friday, April 22, 2011

SWASEMBADA PANGAN


Pengertian Swasembada Pangan
Swasembada pangan berarti kita mampu utk mengadakan sendiri kebutuhan pangan masyarakat dengan melakukan realisasi & konsistensi kebijakan tsb, antara lain dengan melakukan:

1. Pembuatan UU & PP yg berpihak pada petani & lahan pertanian.

2. Pengadaan infra struktur tanaman pangan seperti: pengadaan daerah irigasi & jaringan irigasi, pencetakan lahan tanaman pangan khususnya padi, jagung, gandum, kedelai dll serta akses jalan ekonomi menuju lahan tsb.

3. Penyuluhan & pengembangan terus menerus utk meningkatkan produksi, baik pengembangan bibit, obat2an, teknologi maupun sdm petani.

4. Melakukan Diversifikasi pangan, agar masyarakat tidak dipaksakan utk bertumpu pada satu makanan pokok saja (dlm hal ini padi/nasi), pilihan diversifikasi di indonesia yg paling mungkin adalah sagu, gandum dan jagung (khususnya indonesia timur).

Permasalahan yang terjadi
Masalah ketersediaan lahan menjadi kendala utama pencapaian swasembada pangan. Untuk mencapai swasembada pangan berkelanjutan, pemerintah menetapkan peningkatan produksi jagung sebesar 10 persen per tahun, kedelai 20 persen, daging sapi 7,93 persen, gula 17,56 persen, dan beras 3,2 persen per tahun. Untuk mencapai target ini, diperlukan peningkatan areal pertanaman, seperti untuk swasembada gula, dibutuhkan lahan tambahan seluas 350.000 hektare (ha) dan kedelai dibutuhkan lahan seluas 500.000 ha. Kondisi ini menjadikan satu lahan pertanian terpaksa dimanfaatkan untuk menanam berbagai komoditas tanaman pangan secara bergantian. Akibatnya, Indonesia selalu menghadapi persoalan dilematis dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman.
Suswono menjelaskan, kendala lain yang dihadapi dalam pencapaian swasembada pangan terkait masih tingginya alih fungsi (konversi! lahan pertanian ke nonpertanian. Di samping itu, perubahan iklim yang mengakibatkan cuaca tidak menentu serta keterbatasan anggaran juga berdampak terhadap upaya swasembada produk strategis tersebut.

Tantangan dalam swasembada pangan
Dalam upaya pencapaian kembali swasembada pangan, ada sejumlah tantangan yang mesti kita perhatikan, khususnya pencabutan subsidi pertanian serta efisiensi skala ekonomi. Penguasaan lahan yang sempit dalam usahatani secara ekonomis akan tidak efisien, apalagi jika ditambah dengan kondisi perpecahan dan perpencaran (division and fragmentation). Keadaan ini terjadi dari waktu ke waktu dinegara kita dengan maraknya peralihan fungsi lahan dan jual beli lahan pertanian dan juga akibat sistem pewarisan yang berlaku di masyarakat, system penyakapan (tenancy) dan pertambahan penduduk. Disisi lain kegiatan pertanian yang dilakukan secara umum masih bersifat individual, sedangkan kelompok tani atau lembaga agribisnis lokal yang ada masih lebih banyak melaksanakan fungsi sosial daripada fungsi-fungsi bisnis. Karena itu perlu model baru manajemen usahatani.
Kebijakan Pemerintah terhadap swambada pangan
Tampaknya, program swasembada pangan, khususnya beras, tidak akan pernah terwujud selama jajaran pengambil kebijakan di pemerintahan lebih  mementingkan impor ketimbang memperluas lahan sawah dan membantu petani meningkatkan produksi. Swasembada beras tinggal ilusi setelah pernah diraih 1984 dan 2004 silam.
Indonesia sebenarnya memiliki sarana dan prasarana lengkap dan dapat diandalkan untuk mendukung swasembada beras. Terlebih bila memperhitungkan lahan pertanian padi yang masih potensial dan luas, di samping jumlah sumber daya manusia (petani) banyak, produksi pupuk dan benih memadai, serta sistem irigasi yang sudah terbentuk sejak lama, Namun pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (pemda) serta seluruh pihak terkait malah terkesan memandang sebelah mata sektor pertanian tanaman pangan. Fakta paling gamblang tentang itu: lahan pesawahan – termasuk yang beririgasi teknis – terus menyusut secara signifikan akibat tergusur aneka kepentingan nonpertanian, terutama permukiman dan industri. Maka jangan sesali kalau produksi beras nasional cenderung menurun. Bahkan kalaupun berbagai faktor amat menunjang – seperti iklim, pengendalian hama, juga penyediaan berbagai input – produksi beras nasional sulit sekali ditingkatkan lagi. Produksi beras nasional boleh dikatakan sudah stagnan di level 50-an juta ton per tahun. Padahal konsumsi nasional, sebagai konsekuensi pertambahan penduduk, terus meningkat pasti dan begitu signifikan.
Di lain pihak, negara-negara seperti Thailand dan Vietnam terus berupaya keras meningkatkan produksi beras secara intensif. Upaya mereka sungguh tak mengenal lelah, termasuk mengembangkan dan menerapkan inovasi pertanian. Target mereka bukan lagi sekadar mencapai swasembada, melainkan tampil menjadi negara produsen beras terbesar di dunia. Dalam konteks seperti itu pula, Thailand dan Vietnam sering tampil menjadi “penyelamat” bagi Indonesia ketika persediaan beras di dalam negeri menyusut. Bagi Indonesia, Thailand dan Vietnam kini menjadi sumber andalan bagi impor beras.
Tapi, celakanya impor beras kini terkesan bukan lagi sekadar alternatif sementara. Impor beras seolah sudah menjadi andalan untuk mengamankan kebutuhan nasional. Di tengah produksi beras di dalam negeri yang cenderung stagnan atau bahkan terus menurun, sementara kebutuhan konsumsi mencatat grafik yang kian menanjak, pemerintah tidak cukup terlecut untuk bertindak habis-habisan menggerakkan upaya peningkatan produksi beras nasional. Pemerintah terkesan lebih merasa aman dan nyaman mengandalkan impor. Untuk mendukung salah satu program revitalisasi pertanian tersebut, pemerintah seharusnya menyiapkan lebih banyak lagi bibit unggul untuk para petani, sehingga produksi pertanian dari tahun ke tahun akan semakin membaik. Untuk mewujudkan swasembada yang dimaksud, maka diperlukan peningkatan produksi beras sebanyak 2 juta ton tahun 2007 dan peningkatan lima persen per tahun hingga tahun 2009. Kunci keberhasilan peningkatan produksi padi, antara lain optimalisasi sumber daya pertanian, penerapan teknologi maju dan spesifik lokasi, dukungan sarana produksi dan permodalan, jaminan harga gabah yang memberikan insentif produksi serta dukungan penyuluhan pertanian dan pendampingan. Sementara strategi yang dilakukan untuk mewujudkan keberhasilan itu, yakni dengan peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, pengamanan produksi, dan pemberdayaan kelembagaan pertanian serta dukungan pembiayaan usaha tani. Sedangkan upaya peningkatan produktivitas padi antara lain melalui pengelolaan tanaman terpadu (PTT) di 33 provinsi seluas 2,08 juta hektare, penanaman padi hibrida di 14 provinsi seluas 181.000 hektare, dan perbaikan intensifikasi non-PTT di 33 provinsi seluas 10,3 juta hektare. Akan tetapi pada dasarnya pilihan kebijaksanaan pemerintah ; Swasembada dan Kemandirian, atau Mengimpor dan Tergantung adalah suatu komitmen politik. Sejak ucapan Bung Karno “Go to Hell with Your Aid” sepertinya negara kita semakin tergantung pada pinjaman dari luar negeri, baik negara bersahabat, maupun lembaga perbankan internasional.

Kesimpulan

Masalah keswasembadaan pangan intinya adalah pilihan
kebijaksanaan pembangunan. Sumberdaya alam jelas masih cukup apabila kita bisa mengolahnya sdengan sebaik-baiknya.


Friday, April 15, 2011

UKM dan BOP


UKM
Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 yaitu:
1.  Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah) 3. Milik Warga Negara Indonesia
 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar
5. Berbentuk usaha orang perseorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Di Indonesia, pemerintah membina ukm melalui Dinas Koperasi dan UKM, dimasing-masing Propinsi atau Kabupaten/Kta yang dapat digunakan meningkatkan strategi UKM.
Peran Usaha Kecil dan Menengah dapat dilihat dari dua aspek  yaitu peran terhadap penyerapan tenaga kerja dan peranan terhadap nilai ekspor.
Usaha kecil dan menengah sangat penting khususnya di negara Indonesia dimana jumlah tenaga kerja berpendidikan rendah dan aneka sumber alam sangat berlimpah, kapital terbatas pembangunan pedesaan masih terbelakang dan distribusi pendpatan tidak merata, sangat erat hubungannya dengan sifat umum kelompok Usaha Kecil dan Menengah.

Usaha kecil dan menengah memiliki beberapa kekuatan potensial yang merupakan andalan yang menjadi basis pengembangan pada masa yang akan datang yakni:
·        Penyediaan  lapangan  kerja peran usaha kecil dan menengah–industri dagang dalam  penyerapan tenaga kerja patut diperhitungkan
·        diperkirakan usaha kecil dan menengah ini mampu menyerap sampai dengan 50% tenaga kerja yang tersedia
·        usaha kecil dan menengah ini adalah sumber wirausaha baru karena keberadaan usaha kecil dan menengah selama ini terbukti dapat mendukung tumbuh kembangnya wirausaha baru
·        Memiliki segmen usaha pasar yang unik
·        Melaksanakan manajemen sederhana dan fleksibel terhadap perubahan pasar
·        Memanfaatkan sumber daya alam sekitar
·        usaha kecil dan menengah sebagian besar memanfaatkan limbah atau hasil sampah dari industri besar atau industri-industri lainnya
·        Memiliki potensi untuk berkembang
·        Berbagai upaya pembinaan yang dilaksanakan menunjukkan hasil yang menggambarkan bahwa usaha kecil dan menengah industri dagang mampu untuk dikembangkan lebih lanjut dan mampu untuk mengembangkan sektor sektor lain yang terkait.

namun Usaha Kecil dan Menengah juga mempunyai beberapa kelemahan, yakni:
·        masih terbatasnya kemampuan sumber daya manusia
·        Kendala pemasaran produk sebagian besar pengusaha Usaha Kecil dan Menengah lebih memperioritaskan pada aspek produksi sedangkan fungsi-fungsi pemasaran kurang mampu dalam mengakseskannya khususnya dalam informasi pasar dan jaringan pasar sehingga sebagian besar hanya berfungsi sebagai tukang saja
·        Kecenderungan konsumen yang belum mempercayai mutu produk Usaha Kecil dan Menengah
·        Kendala permodalan usaha sebagian besar Usaha Kecil dan Menengah memanfaatkan modal sendiri dalam jumlah yang relatif kecil. Disamping itu mereka menjual produknya secara pesanan dan banyak terjadi penundaan pembayaran.

Neraca Pembayaran Internasional (Balance of Payment)

Balance of payment (Bop) atau neraca pembayaran (N/P) mencatat semua tansaksi sebuah negara dengan negara lain, yang meliputi transaksi internasional sebuah negara pada suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Bop memiliki dua komponen utama, yaitu :
1. Current account (neraca berjalan), terdiri dari transaksi impor dan ekspor barang dan jasa. Pada current account, ekspor dicatat sebagai kredit karena menghasilkan devisa bagi negara. Sedangkan impor dicatat sebagai debit karena “menghilangkan”/mengeluarkan devisa dari negara. Selain ekspor dan impor, transaksi lain yang termasuk dalam current account adalah pembayaran faktor (factor payment) dan unilateral transfers.
2. Financial account (dulunya disebut capital account), yang mencatat transaksi aset finansial, transfer pembayaran, piutang maupun utang internasional. Ini mencakup pencatatan akan FDI (foreign direct investment atau Penanaman Modal Asing/PMA), pembayaran dividen, cicilan hutang, bunga atau utang, pembelian surat berharga, saham, dan lain sebagainya. Financial account mengukur devisa masuk dan keluar seperti pada current account, dimana transaksi yang menghasilkan devisa dicatat sebagai kredit (capital inflow). Sebaliknya, transaksi yang mengakibatkan devisa keluar dari suatu negara dicatat sebagai debit (capital outflow).
Defisit dan Surplus pada BOP (disequilibrium)
Meskipun secara teoritis Bop harus berada pada kondisi nol (ekuilibrium), namun pada kenyataannya ini seringkali tidak tercapai. Ada tiga jenis dan penyebab disequilibrium pada Bop :
1. Cyclical disequilibrium.  Ada dua hal yang dapat menyebabkan ini. Pertama, siklus bisnis/ekonomi yang berbeda antar negara. Kedua, negara-negara memiliki elastisitas permintaan pendapatan (income elasticity of demand) dan/atau elastisitas permintaan harga (price elastisity of demand) yang berbeda.
2. Secular disequilibrium. Merupakan disequilibrium jangka panjang pada Bop, terjadi karena perubahan ekonomi yang mendalam selama jangka waktu yang cukup lama. perubahan ekonomi ini biasanya disebabkan adanya fase perpindahan dari satu tahap pertumbuhan ke tahap yang lain. Negara pada tahap pertumbuhan  cenderung melakukan investasi domestik > tabungan domestik, dan impor > ekspor. Defisit Bop disini terjadi karena tidak ada dana untuk menutupi surplus impor.
3. Structural disequilibrium. Ini terbagi menjadi dua :
  • Disequilibrium pada level barang dan jasa. Terjadi ketika perubahan permintaan atau penawaran terhadap ekspor ataupun impor merubah kondisi equilibrium yang telah ada. Bisa juga terjadi ketika pendapatan banyak dihabiskan di luar negeri.
  • Disequilibrium pada level faktor (harga faktor). Terjadi ketika harga faktor (misalnya tenaga kerja) tidak sesuai dengan kondisi factor endowment di suatu negara. Misalnya jika upah tenaga kerja terlalu tinggi, maka perusahaan akan cenderung mencari negara lain untuk berproduksi, tentunya yang biaya tenaga kerjanya lebih murah. Atau, impor akan barang/jasa yang membutuhkan banyak  tenaga kerja seandainya diproduksi didalam negeri akan diperbanyak. Ini akan mengakibatkan defisit pada Bop dan pengangguran di dalam negeri.
Kebijakan untuk Mengurangi Defisit Bop
1.  Devaluasi, yaitu dengan menurunkan kurs tukar. Penurunan kurs tukar berarti harga barang ekspor akan lebih murah bagi konsumen luar negeri (karena kurs tukar kita melemah), dan sebaliknya harga barang impor akan menjadi mahal bagi konsumen dalam negeri. Ini akan mendorong ekspor dan menurunkan impor, sehingga pada akhirnya dapat memperbaiki defisit pada Bop.
2.  Deflasi, yaitu dengan menurunkan tingkat harga umum (deflasi terjadi ketika tingkat inflasi adalah minus). Dengan tujuan untuk menurunkan permintaan agregat, pemerintah akan menaikkan pajak atau suku bunga. Naiknya pajak akan menggerus daya beli masyarakat, sedangkan naikknya suku bunga akan mendorong masyarakat untuk menabung (sehingga konsumsi berkurang). Ketika konsumsi berkurang, impor diharapkan ikut berkurang dan mengurangi defisit. Namun kebijakan ini sangat bergantung pada elastisitas permintaan akan barang impor. Selain itu, juga dapat bertentangan dengan kebijakan makro ekonomi lainnya karena dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menambah pengangguran.
3.  Kebijakan supply side, yaitu kebijakan dari sisi penawaran dalam suatu perekonomian. Caranya adalah dengan memanipulasi sisi penawaran (produksi) sehingga dalam jangka panjang akan meningkatkan kekompetitfan ekonomi dan ekspor negara.
4.  Proteksionisme. Misalnya dengan menaikkan tarif/cukai, memberlakukan kuota,  persyaratan impor yang ketat, syarat kandungan impor, dls. Intinya adalah untuk melindungi industri dalam negeri. Dampak negatifnya, kebijakan ini dapat menghambat produksi dalam negeri sehingga potensi ekspor ikut turun. Selain itu, industri lokal mungkin menjadi kurang kompetitif karena diproteksi.

Investasi Asing Langsung (FDI)

Untuk keperluan statistik, istilah investasi asing kita gunakan definisi dari IMF Balance of Payment Manual (edisi keempat), yang juga digunakan oleh Bank Indonesia. Definisi tersebut adalah:
-     investasi langsung mengacu pada investasi untuk memperoleh manfaat yang cukup lama dalam kegiatan perusahaan dalam suatu perekonomian di luar tempat penanaman modal tersebut, sementara tujuan penanaman modal adalah untuk memperoleh pengaruh secara efektif dalam pengelolaan perusahaan tersebut. manfaat yang cukup lama merupakan investasi yang pengelolaannya memerlukan sedikit pengawasan.
-     Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupunyang berpatungan dengan peranan modal dalam negeri.

Salah satu ciri negara berkembang adalah .modal kurang. atau tabungan yang
rendah dan investasi yang rendah. Rata-rata investasi kotornya hanya mencapai 5%
sampai dengan 6% dari GNP, padahal untuk negara maju berkisar antara 25% sampai
dengan 20%. Laju pertumbuhan yang rendah ini sudah barang tentu tidak cukup
untuk menghadapi pertumbuhan penduduk mencapai 2-2,5% per tahun, apalagi untuk
investasi ke dalam proyek-proyek baru. Upaya memobilisasi tabungan domestik
melalui perpajakan dan pinjaman masyarakat tidak cukup untuk meningkatkan laju
pertumbuhan modal, malahan langkah tersebut menyebabkan merosotnya standar daya konsumsi dan daya beli masyarakat, sehingga justru membuat masyarakat
menderita. Dalam hal ini kiranya PMA dapat membantu kekurangan tabungan
domestik melalui peralatan modal dan bahan mentah, sehingga menaikkan laju
tabungan marjinal dan laju pembentukan modal.
Demikian menurut Jhingan (1990), negara berkembang tidak sanggup
mengawali industri dasar dan industri kunci secara sendiri-sendiri. Sekali lagi melalui
modal asinglah mereka dapat mendirikan pabrik baja, alat-alat mesin, pabrik
elektronika berat dan kimia, dan lain-lain. Lebih dari itu, penggunaan modal asing
pada suatu industri akan dapat mendorong perusahaan setempat dengan mengurangi
biaya pada industri-industri lain yang dapat mengarah pada perluasan mata rantai
industri terkait lainnya. Dalam hal ini modal asing akan membantu
mengindustrialisasikannya.
Modal asing dapat membantu menekan laju inflasi sebagai akibat kesenjangan
antara penawaran dan permintaan. Di samping itu keuntungan lain dari pemanfaatan
modal asing adalah dapat membantu mengatasi kesulitan neraca pembayaran yang
dialami oleh negara berkembang akibat tidak serasinya antara ekspor dan impor.
Melalui modal asing negara berkembang dapat memenuhi semua keperluan impornya
pada saat yang sama menghindarkan kesulitan dalam neraca perdagangan dan
sekaligus menambah devisa untuk membayar utang luar negeri.
Investasi asing di Indonesia dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu investasi
portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio dilakukan melalui pasar modal
dengan instrumen surat berharga seperti saham dan obligasi. Sedangkan investasi langsung dikenal dengan penanaman modal asing (PMA), merupakan bentuk
investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan.
Arus modal asing dalam bentuk investasi bisa investasi langsung atau jangka
panjang, yang disebut foreign direct investment (FDI) atau penanaman modal asing
(PMA), atau investasi tidak langsung atau jangka pendek, yang umum disebut
investasi portofolio. Dalam hal PMA, dalam dua dekade belakangan ini semakin
banyak perusahaan-perusahaan yang berbasis di suatu negara melakukan investasi
jangka panjang di negara-negara lain, yang dilandasi oleh berbagai motivasi seperti
pasar yang luas dan ketersediaan sumber daya produksi di negara-negara tujuan
investasi. Perkembangan ini dengan sendirinya meningkatkan arus PMA antarnegara, yang terefleksi dalam peningkatan pangsa dari PMA sebagai suatu persentase dari investasi total dunia.

Klasifikasi utama untuk investasi langsung adalah arah investasi, yaitu
investasi langsung ke luar negeri (direct investment abroad) dan investasi langsung
di Indonesia (direct investment in Indonesia). Selanjutnya dalam masing-masing arah
investasi tersebut dicatat data aset dan kewajiban investasi asing langsung secara
terpisah. Investasi langsung Indonesia ke luar negeri merupakan selisih (netting)
antara klaim investor langsung Indonesia dengan kewajibannya terhadap perusahaan
investasi langsungnya di luar negeri. Sementara investasi langsung di Indonesia
merupakan selisih antara kewajiban perusahaan investasi langsung di Indonesia
dengan klaimnya terhadap investor langsungnya di luar negeri. Untuk investasi
portofolio, derivatif finansial, dan investasi lainnya, klasifikasi utama didasarkan
pada aset dan kewajiban. Sementara untuk cadangan devisa hanya terdiri dari aset.


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Asing Langsung
Arus modal yang berasal dari investasi asing langsung berubah ketika kondisi
disuatu negara mengubah keinginan perusahaan untuk menjalankan bisnis di negara
tersebut. Beberapa faktor umum yang mungkin mengubah daya tarik suatu negara
untuk investasi asing langsung, yaitu: (Madura Jeff, 2006) yakni:
1.  Perubahan Batasan. Suatu negara menurunkan batasan untuk investasi asing
langsung, karenanya membuka peluang untuk menambah investasi di negara
tersebut.
2.  Privatisasi yaitu penjualan beberapa usaha mereka pada perusahaan atau investor lain. Tren kearah privatisasi tidak diragukan lagi akan meningkatkan pasar global yang lebih kompetitif.
3.  Potensi pertumbuhan ekonomi. Negara yang memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi akan lebih menarik investasi asing langsung karena perusahaan yakin dapat memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi tersebut dengan beroperasi di negara itu.
4.   Tarif Pajak. Negara yang mengenakan tarif pajak relatif rendah atas laba perusahaan akan lebih menarik investasi asing langsung. Saat menilai kemungkinan melakuan investasi, perusahaan mengestimasi arus kas setelah pajak yang dapat diperoleh dari investasi tersebut.
5.  Nilai tukar yaitu perusahaan lebih suka melakukan investasi di negara yang mata uangnya diperkirakan akan menguat dibandingkan mata uang investor.

nment.wordpress.com/2007/01/18/strategi-menarik-penanaman-modal-asing-dalam-pembangunan-ekonomi/

Friday, April 1, 2011

INDUSTRIALISASI


I.                  KONSEP  DAN  TUJUAN INDUSTRIALISASI
Sejarah ekonomi dunia menunjukan bahwa industrialisasi merupakan suatu proses interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi, produksi dan perdagangan antar negara yang pada akhirnya sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat mendorong perubahan struktur ekonomi dibanyak negara, dari yang tadinya berbasis pertanian menjadi berbasis industri. Dapat dikatakan bahwa kombinasi antara dua pendorong dari sisi penawaran agregat yakni proges teknologi dan inovasi produk serta proses produksi dan peningkatan pendapatan masyarakat yang mengubah volume dan komposisi konsumsi sisi permintaan agregat, merupakan kekuatan utama dibalik akumulasi proses industrialisasi di dunia.
Walaupun demikian, industrialisasi bukanlah merupakan tujuan akhir dari pembangunan ekonomi, melainkan hanya salah satu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan per kapita yang tinggi dan berkelanjutan.
II.              FAKTOR-FAKTOR  PENDORONG INDUSTRIALISASI
Ada sejumlah faktor-faktor yang membuat intesitas industrialisasi berbeda antar  negara, yakni:
o   Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri.
o   Besarnya pasar dalam negeri yang ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi dan tingkat PN Riil perkapita.
o   Ciri industrialisasi, yakni antara lain cara pelaksanaan industrialisasi.
o   Keberadaan SDA. Ada kecendrungan bahwa negara-negara yang kaya SDA, tingkat diversifikasi dan laju pertumbuhan ekonominya relatif lebih rendah dan negara tersebut cenderung terlambat melakukan industrialisasi dibandingkan negara-negara yang miskin SDA.
o   Kebijakan pemerintah yang diterapkan, termasuk instrumen-instrumen dari kebijakan (seperti tax holidat, pinjaman dengan suku bunga rendah, dan export processing zone) yang digunakan dan cara implementasinya.

III.          PERKEMBANGAN  SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NASIONAL
Industri dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
o   Industri Primer atau hulu yang mengolah output dari sektor pertambangan menjadi bahan baku siap pakai untuk kebutuhan proses produksi pada tahap-tahap selanjutnya
o   Industri sekunder atau industri manufaktir yang terdiri dari industri tengah yang membuat barang-barang modal, barang-barang sretengah jadi dan alat-alat  produksi, serta industri hilir yang membuat barang-barang jadi yang kebanyakan adalah barang-barang konsumen rumah tangga.

walaupun suatu negara memiliki industri primer yang besar tetaoi lemah dalam industri sekunder, maka belum dapat dikatakan bahwa tingkat industrialisasi di negara tersebut sudah tinggi.

                               I.            Pertumbuhan output

Di Indonesia, peningkatan kontribusi output dari industri manufaktur terhadap PDB didorong oleh laju pertumbuhan outputnya yang rata-rata pertahun sejak awal 1970-an lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor ekonomi lainnya. Tidak hanya di Indonesia tetapi juga disemua negara ASEAN lainnya, laju pertumbuhan output rata-rata pertahun disektor pertanian lebih rendah daripada disektor manufaktur, walaupun pada saat krisis ekonomi mencapai puncak terburuknya, dampak negatifnya terhadap pertumbuhan output pertanian lebih kecil dibandingkan apa yang dialami oleh di industri manufaktur.

                           II.            Pendalaman Struktur Industri

Dalam proses pembangunan ekonomi jangka panjang transformasi struktural yang yang terjadi didalam ekonomi dan dimotori oleh proses industrialisasi bukan hanya dalam bentuk pergeseran pusat kekuatan ekonomi dari pertanian ke industri, tetapi juga mencakup pergeseran struktur industri.
     Pengertian dari struktur industri bisa dalam berbagai arti, berbagai jenis, atau keompok barang menurut sifat atau penggunaan nya, jenis kandungan inputnya, dan menurut orientasi pasar. Indikator umum yang digunakan untuk mengukur struktur industri adalah distribusi dari jumlah unit produksi yang ada di dan total NO atau NT dari sektor industri menurut kelompok industri.semakin banyak subsektor industri, menandakan semakin dalam struktur industri atau semakin tinggi derajat diversifikasi produk.

IV.           Permasalahan
1.    Keterbatasan Teknologi dan SDM

Kualitas SDM dapat diukur dengan rata-rata tingkat pendidikan dari angkatan kerja atau masyarakat dari golongan umur produktif (15-16 tahun). Jika pekerja yang tidak/belum menikah digabungkan dengan pekerja yang tidak tamat dan tamat SD maka berdasarkan data BPS, sebagian besar dari jumlah tenaga kerja di Indonesia hanya berpendidikan rendah. Fakta yang diperoleh berdasarkan data mengenai persentase dari penduduk disejumlah negara di Asia yang berpendidikan tersier ini memberi kesan adanya suatu korelasi positif antara kemajuan industri dan tingkat pendidikan masyarakat di suatu negara. Bahwa semakin besar persentase penduduk yang berpendidikan tinggi disuatu negara, maka semakin maju sektor industri di negara tersebut. Kualitas SDM juga dapat diukur dengan lamanya sekolah atau rata-rata tahun pendidikan yang dialami oleh masyarakat dari kategori umur tertentu di negara tersebut.
Tingkat produktivitas L dapat digunakan sebagai suatu proksi dari keterbatasan T dan SDM. Hipotesisnya bahwa semakin terbatas T dan L dengan pendidikan atau keterampilan tinggi di suatu sektor, ceteris paribus, semakin rendah tingkat produktivitas L dan berarti juga semakin rendah tingkat pertumbuhan output di sektor tersebut. Berdasarkan studi dari UNIDO, yakni tingkat produktivitas L di industri manufaktur di Indonesia ternyata berbeda antara perusahaan asing, perusahaan swasta, dan perusahaan milik pemerintah. Hasil studinya menunjukan bahwa tingkat produktivitas L di PMA rata-rata pertahun dua kali lebih tinggi dibandingakn di perusahaan swasta dan hampir 50% lebih tinggi dari pada di perusahaan milik negara. Rendahnya SDM di Indonesia salah satunya disebabkan oleh terbatasnya dana pembangunan pendidikan yang disediakan oleh pemerintah.

1.  Masalah-masalah struktural dan Organisasi
Kelemahan-kelemahan struktural yaitu:
1)  Basis ekspor dan pasarnya yang sempit
2)  Ketergantungan pada impor yang sangat tinggi
3)  Tidak adanya industri berteknologi menengah
4) Konsentrasi regional
5) Industri skala kecil dan menengah masih terbelakang
6) Konsentrasi pasar
7) Lemahnya SDM

2. Strategi Pembangunan Sektor Industri
Dalam melaksanakan industrialisasi, ada dua pilihan strategi, yakni strategi subtitusi impor dan strategi promosi ekspor. Strategi subtitusi impor sering disebut kebijakan inward-looking, yakni strategi yang memfokuskan pada pengembangan industri nasional yang berorientasi kepada pasar domestik. Sedangkan strategi promosi ekspor sering disebut kebijakan outward-looking, yakni strategi yang memfokuskan pada pengembangan industri nasional lebih berorientasi kepasar internasional. Strategi subtitusi impor dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan mengembangkan industri di dalam negeri yang memproduksi barang-barang pengganti impor. Sedangkan strategi promosi ekspor dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya bisa di realisasikan jika produk-prosuk yang dibuat di dalam negeri dijual dipasar ekspor

·        Kebijakan industri pasca krisis ekonomi

Salah satu sektor ekonomi di dalam negeri yang paling terpukul oleh krisis ekonomi adalah sektor industri manufaktur.  Masuknya IMF ke Indonesia dalam usaha membantu Indonesia untuk keluar dari krisis tersebut telah membawa suatu perubahan besar di dalam kebijakan industrialisasi di dalam negeri. sesuai kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan IMF dan juga kesepakatan di dalam konteks AFTA dan WTO, kebijakan industri pasca krisis sepenuhnya sejalan dengan kebijakan perdagangan luar negeri yang properdagangan bebas. Kebijakan industri ini lebih berorientasi ke ekspor dibandingkan sebelum krisis walaupun tidak menghilangkan perhatian kepada pembangunan industri-industri untuk pasar domestik. Imdustri-industri yang mendapatkan prioritas adalah industri-industri yang selain padat L juga mempunyai potensi ekspor yang berdasarkan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang ada. Salah satu langkah konkret dari pemerintah dalam kebijakan industri baru ini adalah pengurangan tarif impor baik terhadap barang jadi maupun barang setengah jadi, bahan baku dan komponen secara bertahap dan menghilangkan fasilitas-fasilitas kemudahan yang selama orde baru banyak diberikan kepada perusahaan-perusahaan besar.

V.               KESIMPULAN

Proses industrialisasi bertujuan untuk perubahan struktur ekonomi sehingga terjadi penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi dan secara ekonomis masyarakat akan lebih makmur. Kemajuan proses industrialisasi dapat juga diukur dengan melihat jumlah kebutuhan yang berasal dari industri pengolahan. Semakin banyak jenis kebutuhan manusia dalam lingkungan tertentu dipenuhi oleh hasil-hasil industri pengolahan dapat juga dijadikan pertanda maju atau terlambatnya proses itu berlangsung. Bagi Indonesia, alasan untuk melakukan industrialisasi mempunyai berbagai alasan yang kuat yaitu untuk maju. Akan tetapi ada dua hal yang penting yang perlu diperhitungkan, apakah orientasi kita ke arah pengganti impor atau ke arah promosi ekspor.



SUMBER   :
1.    PEREKONOMIAN INDONESIA, Dr. Tulus T.H Tambunan,     Ghalia Indonesia.
2.    http://massofa.wordpress.com/2008/03/02/industrialisasi-keuntungan-koperatif/